Monday, June 24, 2019

Jenazah ke-26

#Kisah-Kisah dari Program Eksposure Belarasa 2018 (20

Hari ini, Sabtu (21/7/2018) aku kembali menjemput jenazah PMI yang dikirim dari Malaysia di Kargo Bandara El Tari Kupang tanpa Suster Laurentina PI yang sedang mengikuti pertemuan para suster di pulau Jawa. Sementara Delti si calon suster sedang membantu di karya Pendidikan dan Kebun sehingga tidak bisa menemaniku dalam tugas ini.

“Baiklah, aku harus pergi melakasanakan misi ini meskipun tidak ada yang menemani. Aku yakin Tuhan besertaku,” ujarku sambil menghidupkan sepeda motor dan segera melesat ke kargo.

Pada pukul 12.30 WITA, aku tiba di kargo dan segera melangkah mendekati ruang jenazah untuk bergabung dengan kelompok relawan lainnya yang sudah bersiap di Kargo. Tepat pukul 13.23 WITA jenazah atas nama B asal dari Waturesa RT 015 RW 009 Dusun Waturesa Desa Woiorega Kec Paga Kab Sikka NTT dimuat di dalam kereta barang dan dipindahkan ke ambulans.

Para relawan kemanusiaan yang hadir mengangkut peti jenazah yang berwarna putih ke dalam ambulans karena tidak ada seorangpun keluarga yang datang ke kargo.

“Mari bantu mengangkat petinya,” ajak petugas BP3TKI, Pak Stef sambil berusaha memindahkan ke dalam mobil jenazah bersama dengan relawan yang lainnya.

Jenazah B dipindahkan dari kereta kargo ke ambulans
        Diatas peti jenazah kudapati dokumen berupa surat pengantar dari KJRI (Konsulat Jenderal Republik Indonesia) maupun KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) yang diwrapping bersama peti jenazah. Berdasarkan informasi tersebut, diketahui bahwa penyebab meninggalnya B ialah penyakit Severe Sepsis Secondary to Intraabnominal Sepsis. B menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah sakit Sultanah Aminah Johor Baru pada Senin (16/7/2018) pukul 23.00 WITA.

Pak Stef mengaku sempat kesulitan menghubungi nomor telepon keluarga yang ada di Maumere untuk saling berkoordinasi namun setelah mencoba berulang kali, PakStef akhirnya bisa berkoordinasi dengan keluarga dan segera mengurus pemulangan jenazah. 

Tak ada yang tahu bagaimana asal usulnya dan kronologi kisah B selama merantau di negeri Jiran Malaysia. Tidak ada seorangpun yang tahu jika dukanya, hingga raganya tiba di tanah air, termasuk aku dan jua keluarganya. Setelah di pindahkan ke ambulans, kami segera menyambutnya dalam doa yang dipimpin oleh Romo Adnan Pr. Romo memercikinya dengan air suci dan menutup dalam berkat penutup bersamaan dengan pintu mobil yang ditutup. Jenazah segera dibawa ke RSUD W.Z. Yohanes Kupang untuk disemayamkan selama satu malam. 

Aku segera kembali ke biara dan singgah di pasar untuk membeli beberapa keperluan biara. Pada sore harinya, usai bergotong-royong membersihkan biara, aku segera berangkat ke RSUD W.Z Yohanes Kupang. 

Dalam perjalanan, aku singgah di toko membeli lilin untuk dipasang di samping kiri dan kanan peti jenazah di ruang garasi mobil jenazah. Saat memasuki ruang garasi, belum ada seorangpun jaringan koalisi yang kutemui. Tiba-tiba aku bergidik ngeri. Aku berdiri di gerbang garasi di ruang jenazah dan untung saja tidak berapa lama setelah itu, seorang relawan OMK yang datang untuk mendoakan jenazah.

Kami duduk di samping peti jenazah dan menunggu yang lainnya datang sambil menyalakan lilin duka. Kebetulan di samping kamar jenazah terdengar ratap tangis karena kehilangan orang yang disayang akibat kecelakaan sepeda motor. Dengan rasa penasaran aku bertanya pada seorang ibu yang ada ditempat itu.

“Ibu selamat malam, kalau boleh tau yang meninggal pria atau wanita?” tanyaku penasaran.

Menurutnya, pria tersebut baru memiliki satu orang anak dan mengalami tabrakan ketika pulang pada pagi hari.

“Ya, sebelumnya, ia diketahui sedang berpesta minuman keras dengan beberapa orang temannya. Tak lama setelah itu, ia memutuskan untuk pulang ke rumah dan kehilangan keseimbangan dan akhirnya menabrak orang lain dengan kecepatan tinggi,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa pengendara yang ditabraknya dalam keadaan sekarat di ruang IGD. Aku merinding mendengar tangis dan ratap dari isterinya yang meraung-raung tanpa henti. Perpisahan oleh maut memang menyayat dan tidak mengenal ihklas. Tak ada yang rela dipisahkan dari orang yang disayangi, namun setiap orang tentu akan mengalami hal yang sama, meninggal untuk selama-lamanya.

Pada pukul 20.05 WITA, anggota koalisi anti perdagangan orang NTT Pak Herman dan Ibu Esni tiba di rumah sakit dan kamipun mulai berdoa yang dipimpin oleh Pak Herman. Kami segera berpamitan dan aku kembali pulang ke biara. Aku percaya meskipun aku sendirian melintasi jalanan menuju Penfui, Tuhan akan tetap menyertai. Aku sedikit lega karena sudah sedikit menghapal jalanan Kupang dan bisa kembali ke biara tanpa kekurangan sesuatu apapun.   

Jenazah B disemayamkan di garasi W.Z Yohanes Kupang
Keesokan harinya, Minggu (22/7/2018) aku segera berangat ke kargo untuk menghantarkan jenazah B usai mengikuti misa di gereja ST Yosep Pekerja Penfui. Sesampainya di kargo, tak ada seorangpun yang kutemui selain Pak Stef. Kulihat peti sudah terbungkus rapi setelah di wrapping ulang oleh BP3TKI sebelum diberangkatkan ke Maumere. Tak berapa lama setelah itu, seorang dari anggota koalisi anti perdagangan orang NTT.

Meskipun hanya kami bertiga yang mengatar jenazah, namun kami tetap berdoa untuk keselamatan jenazah hingga ke Maumere. Aku memimpin doa untuk pertamakalinya bagi jenazah yang ke 26 ini. Ya, tidak terasa sudah 26 jenazah yang kujemput terhitung sejak April 2018.

Entah kenapa kali ini aku merasakan kesedihan yang mendalam saat menyadari bahwa ia tidak punya siapa-siapa dan tidak dijemput sama sekali. Aku tidak bisa berbuat apa-apa selain menyambut dan mengantarkannya dalam doa, sama seperti yang kulakukan pada penyambutan jenazah yang lainnya.    

***