Thursday, June 6, 2019

Jenazah di Hari Pancasila


#Kisah-Kisah dari Program Eksposure Belarasa 2018 (7) 

Jumat (1/6/2018) yang lalu, merupakan hari lahirnya pancasila. Namun jika direnungkan, belum semua sila diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dimulai dari sila pertama hingga ke lima, kehidupan sosial di negara ini masih jauh dari kata ideal. 

Sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa” kerap kali dinodai dengan mengadu domba agama yang satu dengan yang lainnya dan berusaha membunuh karakter kemanusiaan itu sendiri. Pada sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab” juga tak sepenuhnya dirasakan karena masih banyak masyarakat yang tidak merasakan keadilan dan keberadaban sebab sebagian besar hidup di bawah garis kemiskinan yang penuh kemelaratan, terkhusus di provinsi NTT. Tidak sedikit dari mereka yang diperlakukan secara tidak adil dan tidak beradab sebagai korban Human Trafficking oleh sesamanya. Orang kuat berkuasa atas yang lemah. 

Sila ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia” nyatanya masih terpecah-pecah oleh gab-gab tertentu yang merontokkan persatuan dan kesatuan sebagai bangsa bermartabat. Sila keempat “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan juga dipertanyakan dengan pemerintahan yang masih tidak arif dan bijaksana dalam menangani permasalahan rakyatnya. Sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” belum seutuhnya terwujud karena sebagian besar masyarakat tidak merasakan keadilan dan justru ditindas oleh ketidakadilan yang mewabah dimana-mana. 
 
Sama halnya seperti hari ini (1/6), di hari pancasila, aku bersama dengan suster Laurentina PI mengisinya dengan menjemput jenazah PMI, korban ketidak adilan atas nama HF yang lahir pada 17 Juni 1969 lalu. Berdasarkan surat keterangan tertulis yang dibuat oleh rekan kerjanya, KN, mengungkapkan bahwa HF mengalami stroke tanggal (17/5) dan selang 8 hari kemudian yakni pada Sabtu, (26/5/2018) pukul 18.00 WIB, HF meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit Tanjung Karang. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, HF meninggal karena menderita sakit sesak nafas.

Jenazah dijadwalkan akan tiba di Kargo Bandara El Tari Kupang pada pukul 09.30 WITA dan wajib menginap di RSUD selama 2 malam sebelum diberangkatkan ke Ende pada Minggu (3/6) siang melalui jalur udara. Namun nyatanya, jenazah tiba pukul 14.30 WITA karena penerbangan tertunda akibat letusan gunung merapi di Jawa.

Suster Laurentina PI mengurus kedatangan jenazah HF
Kami sudah menunggu di bandara dari pukul 10.00 WITA dan bertemu dengan beberapa anggota dari relawan Eks migran, perwakilan BP3TKI Pak Siwa dan Pak Ujang serta pihak dari Nakertrans, Pak Darmawan.

Pater Deus OCD segera menyambut jenazah dalam doa sebelum dibawa ke RSUD Yohanes Kupang. Diantara kerumunan aku melihat kehadiran pasukan kuning, anggota Satgas Partai Golkar dengan atributnya turut mendoakan jenazah. Wajar saja jika kehadirannya menjadi tanya besar, apalagi sudah mendekati pilkada dan pilpres. Apakah penjemputan ini juga akan masuk kedalam agenda politiknya sebagai bahan perjuangan di parlemen atau hanya sebagai kendaraan atau alat mencapai kekuasaan saja? Entahlah! Ada yang bisa menjawab?  

Pater Deus OCD memimpin doa jenazah PMI HF
Setelah jenazah diberkati dan mobil ambulans berangkat meninggalkan Kargo, kami segera pulang. Kargo sepi kembali dan jika jenazah menginap di RSUD Yohanes, ada jadwal doa oleh anggota koalisi yang mendoakan jenazah pada malam hari hingga hari keberangkatan ke kampung halaman.

Pada Minggu (3/6/) aku sudah berada di Kargo El Tari Kupang satu jam sebelum kedatangan jenazah. Disana aku bertemu perwakilan dari BP3TKI Pak Stevanus, Pak Timoti dan keponakan korban, Marcelinus serta seorang temannya yang sedang menunggu keberangkatan jenazah di ruang Jenazah Kargo.

Pak Stev membungkus ulang peti jenazah yang berukuran kecil untuk memastikan bahwa plastik wrapping dapat menjaga peti dari kebocoran cairan yang tak diinginkan sebelum memasuki mesin X-Ray. Sebelumnya, menurut pengakuan Pak Stev, pernah terjadi kebocoran pada peti jenazah hingga jenazah mengeluarkan cairan busuk dan membasahi semua barang-barang penumpang bandara di dalam kabin barang. 

“Kita terpaksa harus wrapping ulang karena dulu pernah ada kejadian, peti jenazah bocor dan airnya menggenangi semua koper penumpang. Bau busuk dimana-mana dan banyak pihak yang dirugikan,” ujarnya.

Aku bergidik membayangkan cairan busuk yang membasahi koper penumpang. Apalagi terkadang jenazah yang dikirim sudah berusia 2 hingga 3 minggu terhitung dari tanggal kematian untuk dikirimkan ke tanah air. 

 “Saat kejadian itu peti jenazah wajib dikeluarkan dan jenazah dipindahkan ke peti yang baru agar dapat diberangkatkan melalui jalur udara,” ujarnya. 

“Wah, bagaimana dengan penumpang yang lain pak?” tanyaku.

“Tentu semua keberatan karena kopernya bau mayat. Kalau hal itu terjadi lagi tentu sangat repot. Kita dua kali kerja dan sangat sulit berurusan dengan pihak bandara karena semua barang wajib dikeluarkan dari pesawat dan cairan dari dalam peti dipel terlebih dahulu. Kita jadi repot sekali,” keluhnya.

Ia menduga ada pihak yang bermain dalam proses pengiriman jenazah.

“Kalau hal itu terjadi maka jasa pengiriman jenazah dari negara pengirim yang diduga bermain didalamnya. Peti yang seharusnya memiliki ketebalan sekian diganti menjadi peti yang tipis dan murah sehingga ketika di udara peti mengalami kebocoran dan terjadilah hal yang tidak diinginkan,” ujarnya lagi.

Aku tidak habis pikir, ternyata sekalipun PMI dipulangkan dalam keadaan tidak bernyawa, mereka masih saja diperas, dieskploitasi dan dianggap sebagai komoditi penghasil keuntungan bagi para agen yang mengurusnya. 

“Sangat kejam dan biadab!” geramku dalam hati.     

“Mau makan uang banyak tapi tak mau memberikan peti yang terbaik. Susah sekali! Tapi begitulah kenyataannya,” tambahnya lagi.   

Sembari menunggu, kusempatkan mengobrol dengan salah satu mahasiswa Undana semester 4 yang merupakan keponakan HF, Marcelinus. Ia ingin menjemput langsung kedatangan om kandungnya yang sudah bekerja selama belasan tahun di Malaysia. Menurut Marcel, HF yang merupakan anak bungsu dari empat bersaudara tidak pernah berkomunikasi dengan pihak keluarga dan baru 3 tahun belakangan menjalin komunikasi dengan pihak keluarga.

“Om punya 1 isteri dan 1 orang cucu dari putera tunggalnya yang sudah berkeluarga di kampung halamannya di Ende,” ujarnya.

Setelah menunggu selama kurang lebih 2 jam, pada pukul 11.31 WITA jenazah dimasukkan ke dalam kargo melalui X Ray. Jika jenazah sudah masuk ke dalam X-Ray maka tinggal menunggu waktu keberangkatan jenazah yang dijadwalkan pukul 14.00 WITA. Ada satu orang perwakilan BP3TKI yang ikut mengantarkan jenazah hingga ke kampung halaman di Ende. 
Jenazah HF masuk ke mesin X-Ray
Jenazah diprediksikan akan tiba di Bandara Maumere pada pukul 15.00 WITA kemudian akan dibawa oleh BP3TKI melalui jalur darat menuju kampung halaman di Ende yang ditempuh dalam waktu kurang lebih 3 jam. 

Pada pukul 18.00 WITA, suster Lauren mendapatkan informasi berupa keterangan dan foto dari BP3TKI bahwa jenazah sudah tiba di kampung halaman di Ende. Semoga pihak keluarga yang menyambut kepulangan jenazah dapat tabah dan menerima peristiwa kedukaan ini dan arwahnya dapat beristirahat tenang dalam pangkuan Allah Bapa dan keluarga segera segera terhibur.
 
***